Friday, April 12, 2013

Ketika 4L4Y merenggut para remaja


Gue waktu kelas sepuluh (Kelas 1 SMA) memang dikenal sebagai The Master Of 4L4Y. Mungkin bagi yang belum ngerti cara membaca 4L4Y, bacanya Empat El Empat Ye. Itu cara baca yang salah, yang benar itu ALAY.
Alay memang sebuah fenomena yang terjadi pada waktu itu.
Dulu waktu gue masih kelas sepuluh sih, itu gue anggap sebagai trend. Tapi sekarang gue anggap itu sebagai penyakit. Gimana nggak? Kalo Alay nulis status di Facebook, bias ngerusak mata.
Contohnya aja “AqqUEhChAYanKqMuEhClaLuE” itu salah satu dari beribu-ribu status alay yang nyangkut diberanda gue yang pengen gue delete aja tuh status.Selain status Facebook, ada juga salah satu kawan gue yang ada di Facebook yang namanya super-duper Alay. Gue ambil contoh “RisNhayAnGbEncIDyAThapIChAyaNKDyA” mungkin pemilik nama ini anaknya super alay plus labil men.
Sangat memprihatinkan memang, tapi sebenarnya fungsi dari Alay adalah meramaikana cara-acara yang ada di TV.Coba kita perhatikan acara DahSyat dan PESBUKER, itu anak-anak Alay yang meramaikan acara itu.Jadi, kalo loe bener-bener merasa diriloe ALAYER sejati, loe harusnya ikut acar-acara begituan dan make over diriloe seperti anak-anak Alay itu. Plus mengikuti instruksi dari pengarah acaraseperti: Menggoyang-goyangkan kedua tangan dibawah sebelah kiri yang seperti orang nyuci baju diterusin tangan keatas menyerong kekanan sambil bilang “Lalalayeyeyelalalayeyeyelalalayeyeye” sampai acara dahSyat itu habis.
Satu kebanggan jadi anak Alay adalah bisa masuk TV.Apalagikalo udah rutin, bisa dapetduit 100 ribus.d 200 ribu per hari, lumayankan buat nambah uang jajan sama uang pulsa. Itusih yang gue tau dari acara-acara TV yang menayangkan tentang seluk-beluk ALAY.
Dulu sih waktu gue ALAY, obsesi gue bukan itu.Tapi, lebih kearah keunikan menulis dalam pesan singkat. Tulisan itu gue anggap unik dan menarik untuk diikuti.Tapi sekarang gue memutar otak, ternyata semua itu cuma meribetkan diri sendiri dan merusak mata si pembaca sms yang kita kirim.
Gue salut sama anak-anak Alay. Mereka ga malu meskipun mereka Alay. Waktu gue kelas sepuluh, gue pernah bangga jadi Alay. Sampai-sampai gue bilang gini ke kawan gue “Ya dong, kan gue Alay” terus mereka jawab ”Ih jadi Alay bangga, najis gue mah”. Bayangin aja, Alay = Najis. Berarti anak-anak Alay itu berani menerima cemoohan, cacian dan makian dari masyarakat sekitar (Ciaelah, udah kayak Sosiolog aja gue).

Tapi di Indonesia, Alay adalah proses pendewasaan diri. Di Indonesia tingkatan usianya adalah Balita - Anak-anak - Remaja - ALAY - Dewasa. Mungkin tingkatan itu sudah sering diucapkan oleh Raditya Dika dan Abdel di acara Stand Up Comedy, tapi itulah kenyataannya. Dibalik statement ini, timbul sebuah pertanyaan dari dlm diri gue. 
Kalo Alay adalah proses pendewasaan diri, berapa eksemplar 
Alay yang akan terbit dikemudian hari?

 Kalo pendapat Guru Bahasa Indonesia gue, Bu Ely.“Alay itu merusak bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dari cara berbicaranya saja tidak beda jauh sama orang yang sedang masuk angin. Terus, cara menulis pesan singkatnya juga mencampurkan angka dan simbol seperti: D@12! (Dibaca:Dari).

Dari ucapan guru gue itu juga yang membuat gue menanggalkan almamater kealayan gue.

No comments:

Post a Comment