Sunday, April 14, 2013

Suka Duka Anak Tunggal


Gue mungkin dilahirkan untuk menjadi anak tunggal yang tidak mempunyai adik maupun kakak. Gue juga sering sekali minta adik ke Nyokap gue, dan Nyokap gue bilang “Kalo punya ade yang jualan nasi uduk siapa? Kamu mau gantiin ibu?” Dari kata-kata itu gue jadi cengo dan diam seribu kata.

Iya juga ya, mungkin slogan “Banyak anak banyak rejeki” bukanlah prinsip kedua orang tua gue.
Mereka lebih memikirkan gue bagaimana kedepannya. Di sisi itu gue merasa senang, tapi di sisi lain, gue merasa ada yang kurang.

Gue senang jadi anak tunggal karena lebih diperhatikan orangtua gue. Lalu, kalo ada persenan (waktu lebaran) uangnya buat gue sendiri. Gue minta apapun langsung dikasih (tapi dengan alasan yang jelas). Itulah sisi kebahagian gue selama gue jadi anak tunggal.
Di sisi lain gue harus menerima kenyataan, merasa dikekang ketika gue harus disuruh kesana-kemari. Disuruh mencuci baju sendiri, cuci piring, lipat baju.Terus, harus pulang tepat waktu. Itu yang menjadi pertanyaan bagi gue. Gue ini anak cowok atau anak perawan? Itu semua kan peraturan anak perawan. Houft…

Belum lagi kesepian gue yang ga hilang-hilang ketika gue libur dan harus menjaga rumah sendirian (Home Alone).

Jujur aja sih, gue iri sama kawan-kawan gue yang memiliki kakak atau adik. Berasa rumah selalu ramai. Tapi kendala memiliki kakak atau adik harus siap membagi segala yang diberi orangtua atau dari siapapun.
Terkadang gue juga merasa aneh sama orangtua gue. Pernah suatu hari dimana gue pergi sama kawan-kawan gue untuk berbuka puasa bersama dibilangan kelapa gading dan pulangnya jam 10 malam. Gue di sms sama orangtua gue

“Dicky cepetan pulang. Ibu sama bapak besok dagang dan harus bangun jam 2 pagi. Cepetan pulang” Mereka bukannya khawatir akan keadaan gue, malah mementingkan dagangan daripada gue. Gue dianggap apa coba?

Orangtua gue walaupun dibulan Ramadhan tetap dagang. Karena pelanggannya kebanyakan orang-orang non muslim yang tidak menjalankan puasa.

Tapi, walapun gue anak tunggal, gue ga pernah yang namanya dimanjain. Gue disuruh-suruh untuk lipat baju, cuci baju, dan cuci piring. Terus juga lari sore sekitar jam 4 sore, 1 jam setelah gue pulang sekolah yang menempuh jarak 5 Kilometer. Gue ke sekolah hanya menggunakan sepeda, dan gak seperti kebanyakan kawan-kawan gue yang menggunakan sepeda motor.

Awalnya memang sangat menjadi beban dalam hidup gue. Tapi setelah dijelasin sama orangtua gue. Akhirnya gue ngerti apa maksud dari kegiatan itu semua.

Selama ini gue sedang dilatih agar semuanya dilakukan secara mandiri dan menjadi pribadi yang kuat. Setelah tau maksud semua yang gue anggap beban adalah untuk memandirikan diri. Gue lebih semangat dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
Yah, meskipun gue anak tunggal. Gue lebih sering diluar rumah melakukan kegiatan-kegiatan yang gue senangi.

Banyak diantara kawan-kwan gue yang nanya ke gue
“Gimana sih rasanya jadi anak tunggal?”
Guejawab “Ya enak-enak aja kok, toh selama kita masih mau menjalani semuanya, kita akan merasakan kepuasan apabila kita selesai melakukan sesuatu”.

Yang penting tetap mau berusaha dan pantang menyerah dalam menjalani kehidupan ini.

No comments:

Post a Comment