Gue mungkin dilahirkan untuk menjadi anak tunggal
yang tidak mempunyai adik maupun kakak. Gue juga sering sekali minta adik ke Nyokap
gue, dan Nyokap gue bilang “Kalo punya ade yang jualan nasi uduk siapa? Kamu mau
gantiin ibu?” Dari kata-kata itu gue jadi cengo dan diam seribu kata.
Iya juga ya, mungkin slogan “Banyak anak banyak rejeki”
bukanlah prinsip kedua orang tua gue.
Mereka lebih memikirkan gue bagaimana kedepannya. Di
sisi itu gue merasa senang, tapi di sisi lain, gue merasa ada yang kurang.
Gue senang jadi anak tunggal karena lebih diperhatikan
orangtua gue. Lalu, kalo ada persenan (waktu lebaran) uangnya buat gue sendiri.
Gue minta apapun langsung dikasih (tapi dengan alasan yang jelas). Itulah sisi kebahagian
gue selama gue jadi anak tunggal.
Di sisi lain gue harus menerima kenyataan, merasa dikekang
ketika gue harus disuruh kesana-kemari. Disuruh mencuci baju sendiri, cuci piring,
lipat baju.Terus, harus pulang tepat waktu. Itu yang menjadi pertanyaan bagi gue.
Gue ini anak cowok atau anak perawan? Itu semua kan peraturan anak perawan.
Houft…
Belum lagi kesepian gue yang ga hilang-hilang ketika
gue libur dan harus menjaga rumah sendirian (Home Alone).
Jujur aja sih, gue iri sama kawan-kawan gue yang
memiliki kakak atau adik. Berasa rumah selalu ramai. Tapi kendala memiliki kakak
atau adik harus siap membagi segala yang diberi orangtua atau dari siapapun.
Terkadang gue juga merasa aneh sama orangtua gue. Pernah
suatu hari dimana gue pergi sama kawan-kawan gue untuk berbuka puasa bersama dibilangan
kelapa gading dan pulangnya jam 10 malam. Gue di sms sama orangtua gue
“Dicky cepetan pulang. Ibu sama bapak besok dagang dan
harus bangun jam 2 pagi. Cepetan pulang” Mereka bukannya khawatir akan keadaan gue,
malah mementingkan dagangan daripada gue. Gue dianggap apa coba?
Orangtua gue walaupun dibulan Ramadhan tetap dagang.
Karena pelanggannya kebanyakan orang-orang non muslim yang tidak menjalankan puasa.
Tapi, walapun gue anak tunggal, gue ga pernah yang
namanya dimanjain. Gue disuruh-suruh untuk lipat baju, cuci baju, dan cuci
piring. Terus juga lari sore sekitar jam 4 sore, 1 jam setelah gue pulang sekolah
yang menempuh jarak 5 Kilometer. Gue ke sekolah hanya menggunakan sepeda, dan gak
seperti kebanyakan kawan-kawan gue yang menggunakan sepeda motor.
Awalnya memang sangat menjadi beban dalam hidup gue.
Tapi setelah dijelasin sama orangtua gue. Akhirnya gue ngerti apa maksud dari kegiatan
itu semua.
Selama ini gue sedang dilatih agar semuanya dilakukan
secara mandiri dan menjadi pribadi yang kuat. Setelah tau maksud semua yang gue
anggap beban adalah untuk memandirikan diri. Gue lebih semangat dalam melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut.
Yah, meskipun gue anak tunggal. Gue lebih sering diluar
rumah melakukan kegiatan-kegiatan yang gue senangi.
Banyak diantara kawan-kwan gue yang nanya ke gue
“Gimana sih rasanya jadi anak tunggal?”
Guejawab “Ya enak-enak aja kok, toh selama kita masih
mau menjalani semuanya, kita akan merasakan kepuasan apabila kita selesai melakukan
sesuatu”.
Yang penting tetap mau
berusaha dan pantang menyerah dalam menjalani kehidupan ini.
No comments:
Post a Comment