Tuesday, April 16, 2013

Leadership Orientation Part 2


“Hmm, syukurlah” kata gue.
            “Sekarang yang perempuan berdiri dan ngambil makanan duluan. Yang laki tolong sabar sedikit” kak Aryo nambahin lagi.
            Gue lihat disekeliling gue udah pada berdiri. Gue juga ikut berdiri. Gue ngeliat ada satu cewek yang berjilbab cantiknya bukan main. “Wah, makanan gue nih” kata gue dalam hati sambil bengong. Si Gery ngedorong gue supaya keluar dari meja dan memecahkan khayalan gue tadi “Weh bang cepetan minggir, gue mau keluar. Udah laper nih”
            “Oh i… iya sorry-sorry nih” kata gue agak terbata-bata.
            Cewek-cewek udah pada menyantap makanan di mejanya masing-masing. Nah, waktunya para cowok untuk mengambil makanan yang sudah dihidangkan dibelakang aula. Gue paling belakangan ngambil makanannya. Dan yang gue liat nasi yang tinggal secentong, satu potong daging, dan sayur asem yang udah abis kuahnya.
            Beuh makin gedeg gue “Yah sisanya segini? Sabar aja lah, mungkin ini ujian pertama dan khusus dari Tuhan buat gue”
            Makanan udah gue ambil. Setelah itu gue mengambil air minum yang tersedia di dispenser aqua. Pas banget gelasnya tinggal satu. Setelah semuanya terambil, gue masuk ke aula lagi. Gue liat banyak yang udah selesai makan. Dan gue yang terakhir masuk.
            Makanan pun udah habis, walapun cacing-cacing di perut gue masih pada demo. “Sekarang waktunya istirahat, terserah yang mau sholat silahkan, terserah mau ngapain yang penting 20 menit lagi udah ada disini lagi dengan memakai seragam yang udah dikasih” kata kak Aryo dengan lantang.
            Oh iya gue lupa, sebelum makan siang tuh ada pembagian kamar hotel dulu. Satu kamar ga boleh ada yang satu sekolah. Kalo ada yang begitu, tidurnya diluar hotel. SADISSS…
            Dua puluh menit kemudian, semua peserta kembali ke aula untuk mengikuti beberapa Seminar Kepemimpinan. Sebelum kegiatan seminar dimulai, kita latihan upacara penyambutan Kasudin Dikmen Jakarta Utara yang gue lupa namanya. Nah, cewek yang gue bilang cakep tadi. Dia menjadi dirijen. Namanya adalah Hafizah. Pas gue liat dari deket, kok giginya ga rapi ya? Yah, gue tarik lagi deh predikat cakep untuk dia. Ga jadi, ga jadi.
Setelah latihan sudah bisa, kita kedatang Kasudin Dikmen Jakarta Utara untuk membuka acara Orientasi Kepemimpinan Dasar Bagi Pelajar Berprestasi. Upacara penyambutan berjalan dengan lancar dan sempurna. Hanya selang setengah jam, seminar pertama kami dimulai.
            Narasumber yang pertama bernama Desi Ratna Sari (namanya kayak artis ya..). Dia dari Universitas Jakarta, perguruan tinggi yang gue impi-impikan selama ini. Pendidikannya sudah mencapai S1 Jurusan Psikologi.
            Kak Desi mengangkat sebuah tema ‘Mengenali Karakter’. Disaat itu gue baru tahu kalo Karakter sorang pemimpin tuh biasa aja. Gimana bisa? Jelas bisa, itu bagaimana cara pandang kalian melihat seorang pemimpin. Memang ya, pemimpin yang kita lihat selama ini memimpin sebuah kelompok yang sangat besaar. Tapi gue mengutip dari kata-kata kak Desi “Kita semua yang ada disini bisa jadi pemimpin. Ketika kamu berjalan dan ada orang yang mengikutimu dibelakang. Di situlah kamu jadi pemimpin” bener juga ya. Ternyata hal yang kita pikir sulit itu menjadi mudah. Makanya janganlah kita berpikiran sempit atas masalah-masalah yang belum terselesaikan. Atasi semua masalah itu dengan ketenangan maka semua masalah akan teratasi.
            Ga kerasa seminar sudah berlalu dan memakan waktu tiga jam. Dari jam dua siang sampai jam lima sore. Meskipun lama, gue ga merasa lelah sedikitpun.Soalnya gue memperhatikan betul setiap perkataan kak Desi tadi.
            Jam lima sore kita diberi pengarahan lagi dari kak Aryo “Tadi siang ketika kalian makan, ga ada satupun dari kalian yang menawarkan atau basa-basi ke kakak-kakak fasilitator” gue pikir nih orang mau banget ditawarin deh. “Lalu kalian makan sendiri-sendiri tanpa menunggu teman-teman yang lain datang dan tidak berdoa dulu sebelum makan. Kalian disini sebagai kelompok, bukannya individual. Saya tekankan sekali lagi. Disini kalian dibina untuk menjadi pemimpin bangsa dan Negara yang baik dan berwibawa. Kalo kayak tadi, di mana berwibawanya? Pikir dong….” Kata kak Aryo dengan suara yang membuat anak-anak greget.
            Semua peserta keliatan pada tegang dan ketakutan, raut wajahnya seperti lagi nonton film horror di mana adegan pemeran utama dari film itu mau ditusuk oleh iblis dengan pisau dapur lalu… mati.
            Selama setengah jam kami terdiam dan pendangan terpaku ke depan. Jam 5.30 sore kita dikasih waktu istirahat lagi selama empat puluh lima menit. Itu adalah waktu terpanjang untuk istirahat yang pernah dikasih selain waktu untuk tidur.
            Dengan waktu empat puluh lima menit itu gue manfaatkan untuk mandi, sholat ashar dan sholat maghrib, dan malas-malasan di kasur. “Huuaah, lumayan capek ya. Walaupun cuma duduk doang sambil ngedengerin orang ngomong” kata gue ngeluh. “Ya gitu deh, ikutin aja lah. Nanti juga dapat hikmahnya” kata Andrew kawan sekamar gue yang menanggapi perkataan gue tadi. Suasana menjadi hening ketika memasuki adzan maghrib.
            Waktu istirahatpun habis. Semuanya kembali ke ruang aula. Sesampainya di ruang aula, kak Hudson mengumumkan “sebelum kita seminar lagi, silahkan kalian ke belakang aula untuk makan malam” dengan logat jawa “Tapi inget, yang perempuan dulu. Yang lakinya sabar dikit yo” “Yo kak, hahaha” kata anak-anak cowoknya menanggapi perkataan kak Hudson.
            Suasana makan malam yang berbeda dengan suasana makan siang. Semuanya yang sudah mengambil makanan, menunggu peserta lain untuk makan malam bersama. Sebelum makan, Edo (salah satu peserta) memimpin kita untuk membaca doa makan. Setelah doa kita serempak bilang “Kak, makan kak” “Ya ya silahkan, kan gitu kan enak di dengernya juga makin akrab” kata kak Aryo.
            Sehabis makan malam, satu persatu peserta membawa piringnya ke samping aula untuk dibersihkan petugas yang ada di hotel itu dan mencuci tangan di kamar mandi yang ada di sebelah aula. Setelah semuanya mencuci tangan, kita melanjutkan seminar yang kedua sekaligus yang terakhir pada kesempatan itu.
            Narasumber yang kedua yaitu Bapak Dra. Dadang. Pendiri dari salah satu sekolah pariwisata yang ada di Jakarta. Walaupun penampilannya terlihat tua, gaya bicaranya sangat komunikatif (ya iyalah, motivator kan harus bisa menguasai audience). Pak Dadang mengajarkan prinsip GILA. Eits… GILA yang dimaksud adalah Gali-Ilmu-Langsung-Amalkan. Yang intinya adalah ilmu yang sudah kita dapat jangan hanya disimpan dalam pikiran yang mudah lupa. Tapi dengan cara mempraktikannya kita selalu ingat.
           
Mendapatkan kesuksesan itu harus bersungguh-sungguh. Keberuntungan harus kita perjuangkan agar mendapatkan keberhasilan. Dan juga keberuntungan tidak untuk ditunggu seperti orang yang mengandalkan ramalan zodiak setiap harinya.


Kutipan : Dicky Firmansyah

Cara cepat mengerti pelajaran yang diajarkan Pak Dadang adalah Fish Bone Metode (Metode Tulang Ikan). Metode ini digunakan dengan cara menghubung-hubungkan materi satu dengan materi yang lainnya. Materi yang terhubung itu membentuk sebuah gambar, dan yang tergambar adalah Tulang Ikan. Tapi metode yang gue pakai sehari-hari adalah menangkap inti dari pelajaran yang diajarkan oleh guru gue. Jadi walaupun ga semuanya, ketika kita tahu sedikit maka akan tahu banyak. Ingat seperlunya, dan ga perlu banyak-banyak. Justru orang yang berlebihan belajarnya kebanyakan cenderung kurang bersosialisasi kepada lingkungan sekitar.
            Jam menunjukkan pukul 10 malam. Kita semua masih berada di dalam aula. Kegiatan selanjutnya adalah Perenungan diri.Di sesi perenungan diri ini ada dua hal yang menurut gue mengocok perut dan mengganggu konsentrasi:
 Pertama, ketika kak Azis mengiringi doa perenungan. Kak Azis yang memiliki kecadelan yang akut memecahkan keheningan yang larut dalam perenungan malam. “Kita halus beldoa dan beldoa agal senantiasa dibelikan lahmat dali Tuhan”. Kecadelan itu membuat semua peserta menjadi tertawa serentak. Tiba-tiba kak Aryo marah
“Jangan ketawa! Harusnya kalian merenungkan diri atas kesalahan kalian selama ini!” kata kak Aryo dengan geram.
Kedua, gue juga ngeliat disekeliling gue ada yang tidur dengan nyenyak seperti takkan kembali, ada yang sungguh-sungguh mendengarkan motivasi dengan berderai air mata (Dramatis),  ada juga yang nangisnya ikut-ikutan, itu juga yang membuat gue tertawa keras dalam hati (Aneh kan?).
Setelah sesi perenungan yang memakan waktu satu jam, kita dikasih waktu istirahat lagi lima belas menit untuk sholat isya di kamar masing-masing. Dan kembali lagi keluar hotel.
            Pukul 23.15 kita semua disuruh berkumpul di depan hotel. Kita diuji kekompakannya dalam bekerja sama. Kakak-kakak fasilitator sudah mengacak nama-nama kita untuk dijadikan sebuah kelompok.
            Tantangan ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun kekompakan kita dalam berorganisasi dan membangun keakraban antar individu. Gue memegang di posisi Timer, fungsinya adalah untuk melihat dan membatasi waktu dengan tepat. Tapi anehnya permainan ini adalah ketika udah sampai penghujung permainan, yang memegang posisi Timer tidak ada gunanya lagi.
            Baiklah biarkan saya menjelaskan permainan ini. Permainan dimulai dari hotel menuju titik atau zona perapian. Peralatan yang dikasih kakak-kakak fasilitator adalah sebuah lilin, dua lembar kertas dan pulpen untuk merangkai kata-kata pandangan terhadap walikota Jakarta Utara.
            Permainan ini dimulai berjalan kaki dari hotel ke zona perapian. Kirain gue zona perapian itu banyak apinya. Ternyata hanya sebuah lilin yang dibakar api diatasnya. Lalu berjalan kembali menuju hotel dan harus menjaga api yang ada di lilin yang kita pegang itu agar tetap hidup. Nah, fungsi dari api yang kita bawa tadi adalah untuk memutuskan sebuah tali yang tarpasan di dekal kolam belakang aula. Tantangannya adalah disaat kita ingin memutuskan tali itu, kakak-kakak fasilitator mengganggu kita dengan cara menyiramkan air supaya api yang kita bawa tadi mati. Otomatis talinya sulit untuk diputuskan.
            Selama permainan tadi gue kenalan dengan seorang cewek (ya iyalah seorang cewek, masa seekor cewek?). Menurut gue sih dia asik orangnya, dalam menentukan kata-kata pandangan, dia sewot “Ya ampun mentang-mentang anak IPS . Omongannya ga jauh-jauh dari ekonomi dan sosial”.
            “Ini kan masalah pemerintahan, masa iya gue omongin bahan-bahan kimia, rumus-rumus fisika, atau nama-nama spesies hewan? Kan ga nyambung” kata gue sewot balik.
            “Oh yaudah deh terserah lu maunya gimana”akhirnya dia luluh.
            Anak-anak yang lain yang sekelompok dengan kita melerai perdebatan itu. Terkecuali Edo, ketua tim yang ga ada kerjaan, ngobrol kesana-kemari    nyari informasi kayak yang iya (padahal mah kagak). “Hey, nama lo siapa sih? Kayaknya ga rela banget kalo IPA di nomor dua kan” kata gue sambil menyodorkan tangan untuk berkenalan.
            “Kepo loh” katanya dengan komuk yang menyebalkan.
            Tantangan nih buat gue. Gue coba lagi untuk nanya “Ayo dong manis, namanya siapa? Dari SMA mana?” kata gue dengan gaya om-om yang ngegombalin anak perawan.
            “Nama gue Sinta dari SMA Negeri 40. Kenapa sih?” kata dia sambil menoleh ke gue.
            “Jangan gitu dong, kita kan kelompok. Kelompok itu harus saling menghargai pendapat mba” kata gue dengan sok menasehati.
            “Ih.. manggil-manggil gue mba. Emang gue kakak lo”
            “Oh ya udah maaf-maaf kalo ga suka” kata gue dengan santai.
            Dalam hati sih gedeg banget ngadepin cewek kayak gitu. Tapi entah apa yang gue rasa, tiba-tiba ada rasa ketertarikan gue terhadap dia. Sampe-sampe gue tweet di Twitter “Ah, sial gue ga bawa hape. Coba kalo tadi gue bawa hape, kan gue ga terlalu jadi beban” Sumpah lebay banget gue sampe-sampe update begitu.
            Setelah sampai di hotel sekitar jam 2 pagi. Gue, Andrew, dan Lintang tanpa berdiskusi panjang lebar, langsung lenyap dalam kelembutan kasur yang sudah menunggu untuk ditiduri. Sumpah deh lelah banget, seharian seminarnya lama banget. Udah gitu ditambah dengan games yang dibuat kakak-kakak fasilitator ngebuat tulang gue mau patah alias remuk.
             
           
Hari Kedua   
Tepat jam 5 pagi, kakak-kakak fasilitator ngegedor-gedor semua pintu kamar yang ada di hotel itu untuk membangunkan semua peserta. ‘Dor, dor, dor’ “Bangun, bangun. Bagi yang muslim, cepet ambil air wudhu. Kalian sholat subuh dulu. Untuk yang di luar muslim, kalian cepetan mandi!” kata salah seorang fasilitator yang gue ga tau siapa orangnya.
Gue, Andrew, dan Lintang bangun dari tidur nyenyak. Dengan mata yang masih penuh dengan belek, gue mengangkat badan gue dan jalan ke arah meja untuk minum air hangat yang udah disediakan dari kemarin. Gue mengikuti saran orang tua gue untuk minum air hangat sebelum melakukan aktifitas. Fungsinya adalah untuk melatih agar ginjal kita ga kaget ketika dimasukin cairan lainnya.
Setelah gue minum air hangat. Gue langsung ke kamar mandi untuk ngambil air wudhu. Pas gue selesai ngambil air wudhu, gue lihat si Andrew lagi meregangkan tubuhnya sperti orang lagi senam. Terus si Lintang langsung bangun dan langsung menuju kamar mandi.
“Lintang, gue sholat duluan ya” kata gue di depan pintu kamar mandi.
“Ya udah duluan aja” kata Lintang dari kamar mandi.
Alasan mengapa gue ga menawarkan ke Andrew untuk sholat duluan adalah karena dia seorang kristiani. Makanya ga gue tawarin hahaha. Dari nama aja udah ketahuan ‘Andrew’ udah nama orang Kristen banget.

Selesai sholat, gue dan Andrew nungguin si Lintang sholat. Setelah Lintang sholat, baru kita semua keluar dari kamar hotel. Gue, Andrew, dan Lintang ternyata telat untuk lari pagi. Pas udah sampai di lapangan futsal, yang lain udah pada senam. Ya udah kita langsung senam, ga pake lari pagi lagi.
 Senam selesai, kita disuruh untuk jalan-jalan ke sekitar kampung yang ada di sekitar hotel itu. Suasana kampungnya sepi banget kayak ga ada penghuninya sama sekali. Apa mungkin ya, penghuninya udah pada kerja di ladang. Apa pun itu, bukan urusan gue.
Sesampainya di hotel lagi, yang cowok main futsal dan yang cewek cuma nonton doang. Ketika main futsal, lapangannya licin banget banyak airnya. Sampe-sampe ada peserta yang kepleset di lapangan itu. Bajunya kotor banget, jatuhnya juga parah. Kupingnya pasti pengang banget tuh. Parah banget dah.
Setelah main futsal, kita dikasih waktu untuk mandi dan ngemas barang-barang. Soalnya jam 11 kita udah harus check out. Ada dua pertanyaan gue pada saat itu: 1. Ini kan baru jam setengah delapan. Kenapa kita harus ngemas-ngemasnya sekarang? 2. Kapan sarapan paginya?, udah laper banget nih gue.
Kembali lagi gue, Andrew, dan Lintang di kamar hotel. Gue minta ke mereka untuk mandi duluan, dan mereka mengizinkan gue mandi. Selesai gue mandi ternyata si Lintang udah nunggu di depan pintu kamar mandi dengan tanpa memakai baju. Lintang berdiri dengan handuk yang udah mengikat lehernya. “Weh lama banget lo kayak anak perawan kalo mandi. Misi, gue mau mandi” kata Lintang sambil masuk ke kamar mandi.
“Ya udah sorry banget deh” kata gue.
Keluar dari kamar mandi, gue udah memakai celana abu-abu SMA tanpa memakai baju. Gue jalan menuju kasur gue dan ngeliat si Andrew lagi main hape. “Weh, udah selesai mandinya?” kata Andrew sambil mainin hapenya.
“Oh, udah kok. Mandi buruan lo. Kagak dapet jatah makan aja lo kalo telat” kata gue sambil ngeberesin kasur gue.

No comments:

Post a Comment