“Hmm, syukurlah” kata gue.
“Sekarang
yang perempuan berdiri dan ngambil makanan duluan. Yang laki tolong sabar
sedikit” kak Aryo nambahin lagi.
Gue
lihat disekeliling gue udah pada berdiri. Gue juga ikut berdiri. Gue ngeliat
ada satu cewek yang berjilbab cantiknya bukan main. “Wah, makanan gue nih” kata
gue dalam hati sambil bengong. Si Gery ngedorong gue supaya keluar dari meja
dan memecahkan khayalan gue tadi “Weh bang cepetan minggir, gue mau keluar.
Udah laper nih”
“Oh
i… iya sorry-sorry nih” kata gue agak terbata-bata.
Cewek-cewek
udah pada menyantap makanan di mejanya masing-masing. Nah, waktunya para cowok
untuk mengambil makanan yang sudah dihidangkan dibelakang aula. Gue paling
belakangan ngambil makanannya. Dan yang gue liat nasi yang tinggal secentong,
satu potong daging, dan sayur asem yang udah abis kuahnya.
Beuh
makin gedeg gue “Yah sisanya segini? Sabar aja lah, mungkin ini ujian pertama
dan khusus dari Tuhan buat gue”
Makanan
udah gue ambil. Setelah itu gue mengambil air minum yang tersedia di dispenser
aqua. Pas banget gelasnya tinggal satu. Setelah semuanya terambil, gue masuk ke
aula lagi. Gue liat banyak yang udah selesai makan. Dan gue yang terakhir
masuk.
Makanan
pun udah habis, walapun cacing-cacing di perut gue masih pada demo. “Sekarang
waktunya istirahat, terserah yang mau sholat silahkan, terserah mau ngapain
yang penting 20 menit lagi udah ada disini lagi dengan memakai seragam yang
udah dikasih” kata kak Aryo dengan lantang.
Oh
iya gue lupa, sebelum makan siang tuh ada pembagian kamar hotel dulu. Satu
kamar ga boleh ada yang satu sekolah. Kalo ada yang begitu, tidurnya diluar
hotel. SADISSS…
Dua
puluh menit kemudian, semua peserta kembali ke aula untuk mengikuti beberapa
Seminar Kepemimpinan. Sebelum kegiatan seminar dimulai, kita latihan upacara
penyambutan Kasudin Dikmen Jakarta Utara yang gue lupa namanya. Nah, cewek yang
gue bilang cakep tadi. Dia menjadi dirijen. Namanya adalah Hafizah. Pas gue
liat dari deket, kok giginya ga rapi ya? Yah, gue tarik lagi deh predikat cakep
untuk dia. Ga jadi, ga jadi.
Setelah latihan
sudah bisa, kita kedatang Kasudin Dikmen Jakarta Utara untuk membuka acara Orientasi
Kepemimpinan Dasar Bagi Pelajar Berprestasi. Upacara penyambutan berjalan
dengan lancar dan sempurna. Hanya selang setengah jam, seminar pertama kami
dimulai.
Narasumber
yang pertama bernama Desi Ratna Sari (namanya kayak artis ya..). Dia dari
Universitas Jakarta, perguruan tinggi yang gue impi-impikan selama ini.
Pendidikannya sudah mencapai S1 Jurusan Psikologi.
Kak
Desi mengangkat sebuah tema ‘Mengenali Karakter’. Disaat itu gue baru tahu kalo
Karakter sorang pemimpin tuh biasa aja. Gimana bisa? Jelas bisa, itu bagaimana
cara pandang kalian melihat seorang pemimpin. Memang ya, pemimpin yang kita
lihat selama ini memimpin sebuah kelompok yang sangat besaar. Tapi gue mengutip
dari kata-kata kak Desi “Kita semua yang ada disini bisa jadi pemimpin. Ketika
kamu berjalan dan ada orang yang mengikutimu dibelakang. Di situlah kamu jadi
pemimpin” bener juga ya. Ternyata hal yang kita pikir sulit itu menjadi mudah.
Makanya janganlah kita berpikiran sempit atas masalah-masalah yang belum
terselesaikan. Atasi semua masalah itu dengan ketenangan maka semua masalah
akan teratasi.
Ga
kerasa seminar sudah berlalu dan memakan waktu tiga jam. Dari jam dua siang
sampai jam lima sore. Meskipun lama, gue ga merasa lelah sedikitpun.Soalnya gue
memperhatikan betul setiap perkataan kak Desi tadi.
Jam
lima sore kita diberi pengarahan lagi dari kak Aryo “Tadi siang ketika kalian
makan, ga ada satupun dari kalian yang menawarkan atau basa-basi ke kakak-kakak
fasilitator” gue pikir nih orang mau banget ditawarin deh. “Lalu kalian makan
sendiri-sendiri tanpa menunggu teman-teman yang lain datang dan tidak berdoa
dulu sebelum makan. Kalian disini sebagai kelompok, bukannya individual. Saya
tekankan sekali lagi. Disini kalian dibina untuk menjadi pemimpin bangsa dan
Negara yang baik dan berwibawa. Kalo kayak tadi, di mana berwibawanya? Pikir
dong….” Kata kak Aryo dengan suara yang membuat anak-anak greget.
Semua
peserta keliatan pada tegang dan ketakutan, raut wajahnya seperti lagi nonton
film horror di mana adegan pemeran utama dari film itu mau ditusuk oleh iblis
dengan pisau dapur lalu… mati.
Selama
setengah jam kami terdiam dan pendangan terpaku ke depan. Jam 5.30 sore kita
dikasih waktu istirahat lagi selama empat puluh lima menit. Itu adalah waktu
terpanjang untuk istirahat yang pernah dikasih selain waktu untuk tidur.
Dengan
waktu empat puluh lima menit itu gue manfaatkan untuk mandi, sholat ashar dan
sholat maghrib, dan malas-malasan di kasur. “Huuaah, lumayan capek ya. Walaupun
cuma duduk doang sambil ngedengerin orang ngomong” kata gue ngeluh. “Ya gitu
deh, ikutin aja lah. Nanti juga dapat hikmahnya” kata Andrew kawan sekamar gue
yang menanggapi perkataan gue tadi. Suasana menjadi hening ketika memasuki
adzan maghrib.
Waktu
istirahatpun habis. Semuanya kembali ke ruang aula. Sesampainya di ruang aula,
kak Hudson mengumumkan “sebelum kita seminar lagi, silahkan kalian ke belakang
aula untuk makan malam” dengan logat jawa “Tapi inget, yang perempuan dulu.
Yang lakinya sabar dikit yo” “Yo kak, hahaha” kata anak-anak cowoknya
menanggapi perkataan kak Hudson.
Suasana
makan malam yang berbeda dengan suasana makan siang. Semuanya yang sudah
mengambil makanan, menunggu peserta lain untuk makan malam bersama. Sebelum
makan, Edo (salah satu peserta) memimpin kita untuk membaca doa makan. Setelah
doa kita serempak bilang “Kak, makan kak” “Ya ya silahkan, kan gitu kan enak di
dengernya juga makin akrab” kata kak Aryo.
Sehabis
makan malam, satu persatu peserta membawa piringnya ke samping aula untuk
dibersihkan petugas yang ada di hotel itu dan mencuci tangan di kamar mandi
yang ada di sebelah aula. Setelah semuanya mencuci tangan, kita melanjutkan
seminar yang kedua sekaligus yang terakhir pada kesempatan itu.
Narasumber
yang kedua yaitu Bapak Dra. Dadang. Pendiri dari salah satu sekolah pariwisata
yang ada di Jakarta. Walaupun penampilannya terlihat tua, gaya bicaranya sangat
komunikatif (ya iyalah, motivator kan harus bisa menguasai audience). Pak
Dadang mengajarkan prinsip GILA. Eits… GILA yang dimaksud adalah
Gali-Ilmu-Langsung-Amalkan. Yang intinya adalah ilmu yang sudah kita dapat
jangan hanya disimpan dalam pikiran yang mudah lupa. Tapi dengan cara
mempraktikannya kita selalu ingat.
|
Mendapatkan kesuksesan itu harus bersungguh-sungguh.
Keberuntungan harus kita perjuangkan agar mendapatkan keberhasilan. Dan juga
keberuntungan tidak untuk ditunggu seperti orang yang mengandalkan ramalan zodiak
setiap harinya.
Kutipan : Dicky Firmansyah
|
Cara cepat
mengerti pelajaran yang diajarkan Pak Dadang adalah Fish Bone Metode (Metode
Tulang Ikan). Metode ini digunakan dengan cara menghubung-hubungkan materi satu
dengan materi yang lainnya. Materi yang terhubung itu membentuk sebuah gambar,
dan yang tergambar adalah Tulang Ikan. Tapi metode yang gue pakai sehari-hari
adalah menangkap inti dari pelajaran yang diajarkan oleh guru gue. Jadi
walaupun ga semuanya, ketika kita tahu sedikit maka akan tahu banyak. Ingat
seperlunya, dan ga perlu banyak-banyak. Justru orang yang berlebihan belajarnya
kebanyakan cenderung kurang bersosialisasi kepada lingkungan sekitar.
Jam
menunjukkan pukul 10 malam. Kita semua masih berada di dalam aula. Kegiatan
selanjutnya adalah Perenungan diri.Di sesi perenungan diri ini ada dua hal yang
menurut gue mengocok perut dan mengganggu konsentrasi:
Pertama,
ketika kak Azis mengiringi doa perenungan. Kak Azis yang memiliki kecadelan
yang akut memecahkan keheningan yang larut dalam perenungan malam. “Kita halus
beldoa dan beldoa agal senantiasa dibelikan lahmat dali Tuhan”. Kecadelan itu
membuat semua peserta menjadi tertawa serentak. Tiba-tiba kak Aryo marah
“Jangan ketawa!
Harusnya kalian merenungkan diri atas kesalahan kalian selama ini!” kata kak
Aryo dengan geram.
Kedua, gue juga ngeliat disekeliling gue
ada yang tidur dengan nyenyak seperti takkan kembali, ada yang sungguh-sungguh
mendengarkan motivasi dengan berderai air mata (Dramatis), ada juga yang nangisnya ikut-ikutan, itu juga
yang membuat gue tertawa keras dalam hati (Aneh kan?).
Setelah sesi
perenungan yang memakan waktu satu jam, kita dikasih waktu istirahat lagi lima
belas menit untuk sholat isya di kamar masing-masing. Dan kembali lagi keluar
hotel.
Pukul
23.15 kita semua disuruh berkumpul di depan hotel. Kita diuji kekompakannya
dalam bekerja sama. Kakak-kakak fasilitator sudah mengacak nama-nama kita untuk
dijadikan sebuah kelompok.
Tantangan
ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun kekompakan kita dalam berorganisasi
dan membangun keakraban antar individu. Gue memegang di posisi Timer, fungsinya
adalah untuk melihat dan membatasi waktu dengan tepat. Tapi anehnya permainan
ini adalah ketika udah sampai penghujung permainan, yang memegang posisi Timer
tidak ada gunanya lagi.
Baiklah
biarkan saya menjelaskan permainan ini. Permainan dimulai dari hotel menuju
titik atau zona perapian. Peralatan yang dikasih kakak-kakak fasilitator adalah
sebuah lilin, dua lembar kertas dan pulpen untuk merangkai kata-kata pandangan
terhadap walikota Jakarta Utara.
Permainan
ini dimulai berjalan kaki dari hotel ke zona perapian. Kirain gue zona perapian
itu banyak apinya. Ternyata hanya sebuah lilin yang dibakar api diatasnya. Lalu
berjalan kembali menuju hotel dan harus menjaga api yang ada di lilin yang kita
pegang itu agar tetap hidup. Nah, fungsi dari api yang kita bawa tadi adalah
untuk memutuskan sebuah tali yang tarpasan di dekal kolam belakang aula.
Tantangannya adalah disaat kita ingin memutuskan tali itu, kakak-kakak
fasilitator mengganggu kita dengan cara menyiramkan air supaya api yang kita
bawa tadi mati. Otomatis talinya sulit untuk diputuskan.
Selama
permainan tadi gue kenalan dengan seorang cewek (ya iyalah seorang cewek, masa
seekor cewek?). Menurut gue sih dia asik orangnya, dalam menentukan kata-kata
pandangan, dia sewot “Ya ampun mentang-mentang anak IPS . Omongannya ga
jauh-jauh dari ekonomi dan sosial”.
“Ini
kan masalah pemerintahan, masa iya gue omongin bahan-bahan kimia, rumus-rumus
fisika, atau nama-nama spesies hewan? Kan ga nyambung” kata gue sewot balik.
“Oh
yaudah deh terserah lu maunya gimana”akhirnya dia luluh.
Anak-anak
yang lain yang sekelompok dengan kita melerai perdebatan itu. Terkecuali Edo,
ketua tim yang ga ada kerjaan, ngobrol kesana-kemari nyari informasi kayak yang iya (padahal mah kagak). “Hey, nama lo
siapa sih? Kayaknya ga rela banget kalo IPA di nomor dua kan” kata gue sambil
menyodorkan tangan untuk berkenalan.
“Kepo
loh” katanya dengan komuk yang menyebalkan.
Tantangan
nih buat gue. Gue coba lagi untuk nanya “Ayo dong manis, namanya siapa? Dari SMA
mana?” kata gue dengan gaya om-om yang ngegombalin anak perawan.
“Nama
gue Sinta dari SMA Negeri 40. Kenapa sih?” kata dia sambil menoleh ke gue.
“Jangan
gitu dong, kita kan kelompok. Kelompok itu harus saling menghargai pendapat mba”
kata gue dengan sok menasehati.
“Ih..
manggil-manggil gue mba. Emang gue kakak lo”
“Oh
ya udah maaf-maaf kalo ga suka” kata gue dengan santai.
Dalam
hati sih gedeg banget ngadepin cewek kayak gitu. Tapi entah apa yang gue rasa,
tiba-tiba ada rasa ketertarikan gue terhadap dia. Sampe-sampe gue tweet di
Twitter “Ah, sial gue ga bawa hape. Coba kalo tadi gue bawa hape, kan gue ga
terlalu jadi beban” Sumpah lebay banget gue sampe-sampe update begitu.
Setelah
sampai di hotel sekitar jam 2 pagi. Gue, Andrew, dan Lintang tanpa berdiskusi
panjang lebar, langsung lenyap dalam kelembutan kasur yang sudah menunggu untuk
ditiduri. Sumpah deh lelah banget, seharian seminarnya lama banget. Udah gitu
ditambah dengan games yang dibuat
kakak-kakak fasilitator ngebuat tulang gue mau patah alias remuk.
Hari Kedua
Tepat jam 5
pagi, kakak-kakak fasilitator ngegedor-gedor semua pintu kamar yang ada di
hotel itu untuk membangunkan semua peserta. ‘Dor, dor, dor’ “Bangun, bangun. Bagi
yang muslim, cepet ambil air wudhu. Kalian sholat subuh dulu. Untuk yang di
luar muslim, kalian cepetan mandi!” kata salah seorang fasilitator yang gue ga
tau siapa orangnya.
Gue, Andrew, dan
Lintang bangun dari tidur nyenyak. Dengan mata yang masih penuh dengan belek,
gue mengangkat badan gue dan jalan ke arah meja untuk minum air hangat yang
udah disediakan dari kemarin. Gue mengikuti saran orang tua gue untuk minum air
hangat sebelum melakukan aktifitas. Fungsinya adalah untuk melatih agar ginjal
kita ga kaget ketika dimasukin cairan lainnya.
Setelah gue
minum air hangat. Gue langsung ke kamar mandi untuk ngambil air wudhu. Pas gue
selesai ngambil air wudhu, gue lihat si Andrew lagi meregangkan tubuhnya sperti
orang lagi senam. Terus si Lintang langsung bangun dan langsung menuju kamar
mandi.
“Lintang, gue
sholat duluan ya” kata gue di depan pintu kamar mandi.
“Ya udah duluan
aja” kata Lintang dari kamar mandi.
Alasan mengapa
gue ga menawarkan ke Andrew untuk sholat duluan adalah karena dia seorang
kristiani. Makanya ga gue tawarin hahaha. Dari nama aja udah ketahuan ‘Andrew’
udah nama orang Kristen banget.
Selesai sholat,
gue dan Andrew nungguin si Lintang sholat. Setelah Lintang sholat, baru kita
semua keluar dari kamar hotel. Gue, Andrew, dan Lintang ternyata telat untuk
lari pagi. Pas udah sampai di lapangan futsal, yang lain udah pada senam. Ya udah
kita langsung senam, ga pake lari pagi lagi.
Senam selesai, kita disuruh untuk jalan-jalan
ke sekitar kampung yang ada di sekitar hotel itu. Suasana kampungnya sepi
banget kayak ga ada penghuninya sama sekali. Apa mungkin ya, penghuninya udah
pada kerja di ladang. Apa pun itu, bukan urusan gue.
Sesampainya di
hotel lagi, yang cowok main futsal dan yang cewek cuma nonton doang. Ketika
main futsal, lapangannya licin banget banyak airnya. Sampe-sampe ada peserta
yang kepleset di lapangan itu. Bajunya kotor banget, jatuhnya juga parah.
Kupingnya pasti pengang banget tuh. Parah banget dah.
Setelah main
futsal, kita dikasih waktu untuk mandi dan ngemas barang-barang. Soalnya jam 11
kita udah harus check out. Ada dua
pertanyaan gue pada saat itu: 1. Ini kan baru jam setengah delapan. Kenapa kita
harus ngemas-ngemasnya sekarang? 2. Kapan sarapan paginya?, udah laper banget
nih gue.
Kembali lagi gue,
Andrew, dan Lintang di kamar hotel. Gue minta ke mereka untuk mandi duluan, dan
mereka mengizinkan gue mandi. Selesai gue mandi ternyata si Lintang udah nunggu
di depan pintu kamar mandi dengan tanpa memakai baju. Lintang berdiri dengan
handuk yang udah mengikat lehernya. “Weh lama banget lo kayak anak perawan kalo
mandi. Misi, gue mau mandi” kata Lintang sambil masuk ke kamar mandi.
“Ya udah sorry
banget deh” kata gue.
Keluar dari
kamar mandi, gue udah memakai celana abu-abu SMA tanpa memakai baju. Gue jalan
menuju kasur gue dan ngeliat si Andrew lagi main hape. “Weh, udah selesai mandinya?”
kata Andrew sambil mainin hapenya.
“Oh, udah kok.
Mandi buruan lo. Kagak dapet jatah makan aja lo kalo telat” kata gue sambil
ngeberesin kasur gue.