Diakhir tahun 2010, gue lagi asyik-asyiknya buka Facebook. Gue lihat di beranda Facebook, ada yang buat status galau abis. Dia diputusin pacarnya menjelang natal. Sedih, itu lah yang ia rasakan saat ini. Gue lihat namanya Dian Astrini. Ternyata dia itu satu sekolahan sama gue. "Ah, kesempatan emas nih" pikir gue waktu itu.
Hal yang pertama kali gue lakuin pada saat itu adalah komentar status yang dia buat tadi. "Sabar ya Dian, ini cobaan yang Tuhan kasih ke lo" . Ga lama setelah gue nulis itu, dia langsung komentar "Iya, andai ada cowok yang bisa membuat bahagia di natal nanti". Pikiran gue semakin yakin untuk bisa ngedapetin dia. Tujuan gue untuk pacaran dia cuma satu yaitu, ingin tahu rasanya pacaran beda agama. Lalu gue buka
Chat List, dia sedang online. Di
Chat List gue ngobrolin kenapa dia sampe galau gitu. Di ujung perbincangan kita, gue menyatakan perasaan gue. Dia pun langsung terima. "Wah, nembak cewek beda agama ternyata cepat direspon yah... tanpa pikir panjang" pikir gue dengan konyol.
Keesokan harinya, gue ketemu tapi tak bersapa. Itulah cinta monyet, cinta yang masih malu-malu tapi mau. Dan masih gue anggap sebagai permainan biasa. Dia senyum ke arah gue, gue senyumin balik. Di belakang dia banyak teman-teman satu jemputannya yang menertawakan "Cie cie hahahaha". Sampai suatu hari dia sms ke gue "Kapan kamu mau nembak aku langsung?".
Jleeb, gue terdiam sejenak membaca pesan singkat itu. Masalahnya selama gue berpacaran sebelum dia, gue belum berani mengatakan langsung alias masih kurang
Gentle. Gue bales pesan singkat itu "Ya udah nanti deh hari selasa, istirahat temuin gue di depan perpustakaan".
Bener aja, selesai dia olahraga, dia langsung mencegat gue di depan kelasnya. "Jadi ga nih?" Tanya Dian.
Dengan gugup gue menjawab "Aduhh rame nih, nanti aja ya kalo udah agak sepian".
"Hmm... ya udah deh. Kapan maunya?" Tanya Dian lagi.
"Aku juga belum tau. Nanti kalo aku udah siap, aku kabarin deh" jawab gue dengan meyakinkan.
"Yaaahh...." kata Dian dengan kecewa.
Dua hari kemudian, gue
dengan dua orang kawan gue, si Mulyadi dan Sae membagikan buku Pedalaman
Materi buat persiapan Ujian Nasional. Gue di perpustakaan menunggu
dengan harapan gue bisa ketemu sama Dian. Tapi, Tuhan berkehendak lain,
kawannya bilang dia lagi sakit, jadi ga bisa sekolah. Pengen ngejenguk
tapi ga tau rumahnya. Gue bingung harus berbuat apa. Galau gue.
Keesokan
harinya, hari jumat. Gue mendapatkan undangan untuk mengambil hadiah
O2SN Tingkat Kotamadya. Tepatnya di SMP Negeri 30 Jakarta yang terkenal
akan sekolah terfavorit di Jakarta Utara. Alhamdulillah, gue dapet uang
satu juta tujuh puluh lima ribu rupiah atau setara dengan Rp
1.075.000,-.
Ketika gue balik ke sekolah lagi, udah agak siangan.
Jadi, gue pikir untuk langsung pulang aja. Gue menelpon Dian, kenapa
dia sama sekali ga merespon sms yang gue kirim. "Hallo" kata gue memulai
pembicaraan.
"Ada apa kamu telpon aku?" Kata Dian agak sinis.
"Kamu kenapa sih berubah gini?" Tanya gue.
"Kamu harusnya sadar. Aku nunggu kamu untuk nembak aku secara langsung.
Tapi, kamu menggantungkan aku seperti ini" jawab Dian dengan emosi dan
menangis.
"Aku bisa jelasin sama kamu. Sebenarnya aku mau nembak kamu hari ini.
Tapi, aku diundang sama Suku Dinas Jakarta Utara. Makanya aku belum
bisa" kata gue.
Setelah gue menjelaskan semuanya, dia hanya diam
tanpa mendengarkan gue lagi. "Ah, ini kan cuma pengen tahu gue untuk
pacaran sama lain agama. Tapi kenapa begini ya?" Tanya gue dalam hati.
Keesokan harinya dia terus membuang muka ketika gue ketemu sama dia
hingga satu bulan tanpa ada dialog apapun. Sampe-sampe gue di
delete dari
pertemanannya dia. Gue merenung "Apa yang terjadi dalam diri gue? Dia
itu beda, kenapa gue masih aja terus mikirin dia? Udah lah, lain kali,
gue ga mau pacaran sama lain agama begini".
Jauh setelah gue putus sama Dian, gue berkenalan di Facebook dengan
seorang perempuan yang bernama Elsa. Awalnya gue bingung, ternyata dia
masih sekelas dengan Dian. Dia juga beda agama sama gue. Gue seorang
muslim dan Elsa seorang kristiani. Setelah beberapa jam
chattingan sama
gue, gue berhasil dapet nomor hp nya dan kita saling berkirim pesan
singkat. Hari semakin hari, gue makin kenal sama Elsa. Tanya sana tanya
sini yang membuat gue selalu sms dia. Waktu itu gue belum pake Android,
makanya gue masih smsan. Tapi, kalo sekarang sih masih.
Sampai
suatu hari ketika gue mengambil SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian
Nasional) selalu bersama Elsa. Sampe-sampe si Dian yang notabene sebagai
mantan gue bilang "Eh kok lo berdua deket banget sih? Lo berdua pacaran
ya?"
"Ga kok" kata Elsa menanggapi pertanyaan Dian.
Gue bertanya-tanya "Emang gue sedeket itu ya sama Elsa? Padahal kan biasa aja".
"Iya lo deket banget, lo keliatan saling
support satu sama lain" kata Angel, kawannya Elsa yang lain.
Tapi semenjak gue lulus, satu-satunya kawan gue yang masih saling
support
ya cuma Elsa. Dia baik, bisa jadi sahabat, bahkan gue mau macarin Elsa.
Lama kelamaan gue merasa ada yang beda dengan Elsa. Gue rasa, ini tuh
bukan sekedar pertemanan biasa. Ini lebih dari teman, gue merasakan
cinta datang secara tiba-tiba dari Elsa.
Tepat hari raya Nyepi
tahun 2013, dia ngajak gue jalan untuk belajar alias privat matematika
sama gue. Dan gue rasa, dia tepat banget datang ke gue. Kebetulan, gue
bisa matematika. Pas pulang ke rumah gue, Elsa ditanya sama nyokap gue
"Sa, emang kamu teman sekelasnya Dicky?"
"Ga bu. Kita cuma satu sekolah" jawab Elsa.
"Terus kenalnya dimana?" Tanya nyokap gue lagi.
"Kita kenalan di Facebook, bu" jawab Elsa.
Dalam percakapan itu
gue mikir "Iya juga yah. Temen sekelas gue, bukan. Dulu ga pernah tau.
Pas kenal, deket banget". Waktu Elsa pulang, di tasnya ada buku gue yang
terbawa. Jadi, sesampainya dia di terminal, dia nunggu gue datang. Nah,
untungnya dia mau sabar nunggu gue. Dari rumah gue udah niat mau
nyatain perasaannya ke dia. Tapi, ketika gue mandang wajahnya, gue
gugup. Lalu, gue balik arah tanpa mengatakan cinta. Dalam hati, gue
ngomong sendiri "Dicky, lu itu cowok, masa lu ga berani nyatain cinta.
Itu sama aja lu punya mental yang
cemen". Setelah gue berpikir demikian, gue balik arah lagi mengejar dia yang belum naik angkot.
"Elsa..." teriak gue dari kejauhan.
"Ya ada apa? Kok balik lagi?" tanya Elsa.
"Hmm... anu. Ada yang mau gue omongin" waktu ngomong ini, gue gugup
banget. Sampe-sampe muka gue yang hitam ini berubah menjadi merah.
"Apa dik?" Jawab Elsa.
"Hmm..." gue masih gugup.
"Apaan?" Tanya Elsa dengan greget nungguin gue jawab.
"Gue sayang sama lu, sa" akhirnya, kata-kata yang terpendam dalam hati gue, keluar juga.
"Ya Tuhan. Dicky..." Elsa tak menyangka gue mengucapkan kata-kata itu.
"Ya udah. Gue udah lega. Gue sekarang pulang yah" kata gue.
"Ya hati-hati ya. Makasih ya udah ngajarin gue Matematika" kata Elsa .
Lalu
gue cabut dengan sepeda gue, dengan harapan dia mau jadi pacar gue. Ga
lama setelah gue sampe rumah, dia update status di Facebook "Thx ya
dicky yang udah ngajarin gue matematika". Senengnya yang gue rasa bukan
main rasanya.
Walaupun seneng, disamping itu gue berpikir. Dia itu beda sama gue.
Gue ga mau hal yang sebelumnya terulang kembali. Tapi apa daya, gue
bener-bener cinta sama dia.
Satu minggu setelah gue nembak dia, gue buka Facebook di warnet dan melihat nama Elsa Onika di
Chat List gue.
"Elsa" gue memulai percakapan.
Agak lama gue nunggu, akhirnya dibalas.
"Eh, maksud lo apaan pake nembak Elsa? Dia itu beda sama lo. Dia kristen dan lo Islam. Lo berdua ga akan pernah nyatu"
Gue cuma melongo ngeliatin tulisan itu. Lalu, gue punya ide. Gue pancing emosi si
hacker Facebooknya Elsa.
"Ah, masa sih. Lo emang ga ngeliat Film Cinta Tapi Beda ya? Bisa aja kali, gue ngedapetin Elsa" gue
send kata-kata itu.
"Asal lo tau yah. Dia ga bakal mau sama lo. Kalo dia sampe ninggalin
agamanya, sama aja dia ngebunuh ibunya sendiri. Kan cewek yang muslim
banyak tuh, kenapa ga cari cewek yang muslim aja? Satu lagi, hanya orang
yang goblok yang mau ninggalin agamanya demi cinta"
Dengan pancingan kata-kata tersebut, gue semakin yakin kalo yang nge
hack Facebooknya
si Elsa ini adalah pacarnya sendiri. Gue mencoba untuk mendinginkan
dialog. "Oh begitu. Ya udah woles aja kali. Lagian gue juga nyadar. Kita
tuh beda". Dia membalas "Hmm bagus deh kalo gitu. Sorry, tadi gue agak emosi. Tapi
gue ga emosian kok". Jleb aja, nih cowok labil banget. Awalnya bilang
emosi, tapi dia ngakunya ga emosian. Gue tutup dialog itu dengan
kata-kata "Ya udah kalo lo mau ambil Elsa ya silahkan. Tapi, jaga dia
baik-baik dan jangan pernah nyakiti perasaannya".
Dia menjawab "Oke bos".
Sungguh pengalaman yang membingungkan. Gue dikasih pilihan Cinta atau Agama? Tentu saja gue memilih Agama.
Kalo lo jadi gue, lo bakal pilih mana?